Wednesday, September 4, 2013

ANATOMI TEORI JÜRGEN HABERMAS

Nama Lengkap        : Jürgen Habermas

Lahir                        : Dusseldorf, Jerman 18 Juni 1929

Tokoh                      : Aliran Kritis Generasi II Mazhab Frankfurt

Teori                        : Tindakan Komunikatif (Communicatif Action)


A.    Pendahuluan
Jurgen Habermas semakin besar pengaruhnya bagi perkembangan ilmu-ilmu sosial dewasa ini. Habermas bukanlah seorang yang anti modernitas, tetapi dia melihat modernitas yang diarahkan oleh sistem kapitalisme ini memiliki cacat.  Modernitas kapitalis menindas segi hakiki masyarakat yang pada dasarnya bersifat komunikatif. Habermas juga memperlihatkan kelemahan-kelemahan postmodernisme yang mencampakkan modernitas sebagai proyek sejarah. Cacat-cacat modernitas itu menurutnya harus diatasi dengan pencerahan lebih lanjut dalam arti rasio komunikatif yang kritis terhadap rasionalitas yang menyembunyikan kekuasaan yakni tindakan komunikatif.
Jurgen habermas sebagai pewaris mazhab Frankfurt, memberikan sebuah tawaran baru dengan teori tindakan komunikatifnya dengan maksud memberikan ruang komunikasi prosedural dalam masyarakat untuk menampung setiap keresahan dalam masyarakat yaitu perpecahan, akibat tak ada kesepahaman. Tujuan dari tindakan komunikatif adalah mencapai pemahaman komunikatif. Teori bagi Habermas merupakan suatu produk dan memenuhi maksud dari tindakan manusia. Secara esensial teori merupakan alat untuk kebebasan manusia, yang berkembang dalam sejumlah tingkat-tingkat yang berbeda dan digunakan untuk keluar dari dominasi dan perbudakan.
Untuk lebih mudahnya memahami tentang teori tindakan komunikatif karya Habermas, di bawah ini akan kita kaji anatomi teori tindakan komunikatif.
B.     Riwayat Hidup Habermas
Habermas merupakan salah satu pemikir terpenting abad ini. Habermas lahir di Gummersback, dekat Dusseddorf, Jerman, pada tanggal 18 Juni 1929[1]. Ayahnya merupakan seorang usahawan industri dan pedagang kelas menengah. Habermas lahir ketika dunia sedikit kacau karena perang, sehingga pemikirannya terpengaruh untuk mengatasi penindasan akibat komunikasi yang terdominasi. Habermas mempunyai optimisme tinggi akan kedamaian setelah keruntuhan Nazi Jerman. Namun optimismenya kandas oleh karena harapan akan dunia baru tidak pernah muncul.
Habermas belajar filsafat di Gottinggan pada tahun 1956 dan menjadi asisten Adorno pada tahun 1956 di sekolah Frankfurt. Pada usianya yang masih relatif muda dia menjadi profesor filsafat dan sosiologi di Heidelberg, setelah itu kembali ke Frankfurt karena memperoleh tempat untuk mengajar di sana. Namun kemudian Habermas tertarik sebuah tawaran untuk mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan teknologi, sehingga kemudian pergi meninggalkan Frankfurt untuk memimpin Max Planck Institute di kota Starnberg. Tapi kemudian Habermas kembali ke Frankfurt.
C.    Konteks Sosial
Didalam bukunya yang banyak mengundang diskusi di Eropa dan Amerika, The Philosophical of Modernity, Jurgen Habermas menyatakan sebagai berikut :
“Paradigma filsafat kesadaran sudah kehabisan tenaganya. Kalau demikian, simtom-simtom kehabisan tenaga ini mesti disingkirkan dengan peralihan ke paradigma pemahaman timbal-balik.” Yang diacu dengan “paradigma filsafat kesadaran” atau apa yang juga disebut rasio yang berpusat pada subjek” adalah segala bentuk pemikiran yang menempatkan kenyataan, baik masyarakat maupun alam, sebagai objek. Bentuk pemikiran ini dipandang menyembunyikan kekuasaan. Yang dianggap berpikir dalam paradigma ini adalah segala kecenderungan objektivisme dan positivisme bukan hanya dalam filsafat modern, melainkan juga dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan yang diturunkan[2].
Pernyataan ini dikeluarkan dalam hubungannya dengan para pemikir postmodern, sebuah aliran kontemporer yang cenderung menganggap proyek modernitas menuju masyarakat rasional sebagai perwujudan kekuasaan dalam bentuk sistem ekonomi dan administrasi birokratis. Aliran ini mengkritik rasionalisme barat yang mendasari praktik-praktik totalitarianisme modern. Habermas tidak menolak kritik postmodern ini, tetapi berbeda dari mereka, dia tidak meninggalkan modernitas dan proyek-proyek sejarahnya. Cacat-cacat modernisasi dalam bentuk totalitarianisme, hilangnya makna, anomie, penyakit jiwa, alienasi, dan sebagainya, katanya, akibat pemiskinan rasionalisme barat pada paradigma filsafat kesadaran tersebut. Cacat-cacat ini hanya bisa diatasi dengan pencerahan lebih lanjut, yakni melanjutkan proyek modernitas dalam wawasan rasio komunikatif.
D.    Teori Kritis Mazhab Frankfurt
Sampai sekarang Habermas masih dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual yang dirintis oleh Max Horkheimer. Di Jerman, Horkheimer dikenal sebagai seorang direktur Institut fur Sozialforschung (Institut Penelitian Sosial) di Frankfurt yang didirikan tahun 1923. Tokoh ini juga yang menjadi peletak dasar-dasar pengembangan sebuah program multidisipliner yang disebutnya teori kritis. Program ini bergerak dalam jalur filsafat kritis yang sudah dirintis sejak Hegel dan Karl Marx.
Horkheimer bukanlah orang yang pertama yang tidak puas dengan Marxisme ortodoks, sebab sebelum dia sudah ada para revisionis dan orang-orang seperti Gramsci, Lukacs, dan Korsch yang tidak kurang kritisnya. Horkheimer mengembalikan Marxisme menjadi filsafat kritis, yang dipadukan dengan kritisme Kant, Hegel, dan juga metode psikoanalisis Freud. Dua tokoh termasyur lainnya, Theodor Adorno dan Herbert Marcuse, ikut bergabung dalam program teorinya ini. Dengan pendekatan baru itu, mereka bertiga, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Mazhab Frankfurt” (Die Frankfurt Schule), melontarkan kritik-kritik tajam terhadap masyarakat industri maju di tahun 1960-an.
Buku Dialektika der Aufklarung karya Adorno dan Horkheimer menampilkan suatu kritik balik rasio kritis itu sendiri[3]. Pencerahan, proyek penyingkiran mitos-mitos dalam terang logos (akal-budi) sejak zaman Yunani kuno ini, telah melahirkan cara berpikir kritis yang mereka sebut rasio kritis. Di hadapan mata kedua agen modernisasi ini, mitos dikenali sebagai isapan jempol yang tidak hanya tak masuk akal, tapi juga dalam sejarah menindas masyarakat tradisional. Perkembangan ilmu dan teknologi modern dalam masyarakat, melalui sistem pendidikan, ekonomi, industri, dst., cepat atau lambat akan mengusir mitos jauh-jauh dari benak mereka. Adorno dan Horkheimer tidak berhenti disini. Berdasarkan praktik teknokratisme fasis dan Stalinis, mereka bukannya tanpa dasar ketika mengatakan bahwa ilmu dan teknologi yang sama ternyata berubah menjadi mitos baru. Lebih radikal lagi, rasio kritis ternyata tak kurang dari mitos baru dalam bentuk yang lebih halus, lebih luhur, dan lebih dapat diterima oleh orang modern.
Dialektika pencerahan merupakan istilah untuk saling terjalinnya antara mitos dan rasio tersebut merupakan pendirian yang mencolok dari pihak Mazhab Frankfurt bahwa teori kritis yang dilandasi rasio kritis itu sendiri bisa berubah menjadi mitos atau ideologi dalam bentuk baru. Emansipasi yang menjadi keprihatinan mereka, dilukiskan sebagai suatu gerakan sia-sia dalam mitos demi mitos yang tak kunjung habis.
Kritik senada dilontarkan Marcuse dalam One-Dimensional Man, karya yang paling populer di kalangan gerakan mahasiswa tahun 1960-an[4]. Situasi masyarakat industri maju dilukiskan sebagai masyarakat yang berdimensi tunggal. Dengan hilangnya dimensi kedua, negasi terhadap perlawanan suatu sistem, masyarakat hanya mengadaptasi dominasi total teknokratisme.
Entah itu dialektika pencerahan ataupun masyarakat berdimensi tunggal, kritik Mazhab Frankfurt berakhir pada  jalan buntu. Kalau emansipasi pada gilirannya berubah menjadi dominasi baru, kritik dianggap sebagai alat dominasi.
Dengan kritik total atas pencerahan tersebut, Mazhab Frankfurt mengalami kemacetan program. Jurgen Habermas yang kemudian tampil sebagai pembaharu Teori Kritis tidak sekedar menilai para pendahulunya memiliki kelemahan-kelemahan epistemologis mereka yang mengantar mereka ke jalan buntu, tetapi juga memberi sebuah pemecahan mendasar yang sangat subur untuk meneruskan proyek Teori Kritis itu. Dengan demikian Habermas menyuburkannya kembali dalam sebuah paradigma baru yang dinamakan paradigma komunikatif.
E.     Pengaruh Teoritisi-Teoritisi Terdahulu
-          Kritikan Habermas Terhadap Ajaran Marx
Pemikiran Habermas dengan Karl Marx tidak bisa dipisahkan, sehingga sebagai langkah awal tulisan ini memaparkan koreksi Habermas terhadap Marx. Pemikiran Habermas bertitik tolak dari pendahulu Teori Kritis, yaitu Horkheimer dan Adorno mengenai teori kritis. Habermas menginginkan filsafat menjadi empiris, sejarah tidak saja menjadi pisau analisis akan tetapi dapat berfungsi dalam tataran praktis. Tujuan awal dari teori sebenarnya untuk mempermudah dan menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia, tidak sekedar untuk melakukan pendiskripsian masalah.
-          Keterjebakan Marx ke dalam Positivisme dan Determinisme
Menurut Habermas, kebuntuan teori Marx terjadi karena terperosok ke dalam lembah positivisme ilmu alam. Hal itu makin diperparah dengan dijadikannya Marxisme-Leninisme menjadi sebuah ideologi baku yang mempunyai tafsiran mutlak. Menurut Habermas, keterjebakan Marx, Marcuse dan kawan-kawan menemui jalan buntu karena analisis mereka bertumpu pada pernyataan hakikat manusia adalah kerja. Penyempitan perspektif ini mengakibatkan mereka tidak memperoleh jalan keluar dari dialektika pencerahan masyarakat.
-          Pengaruh teori psikoanalisis Freud
Habermas memperdalam teori-teorinya dengan kerangka psikoanalisis Freudian. Menurut analisis Freud manusia seringkali mengalami trauma yang kadang tidak disadari dan tidak bisa dihindari apalagi dirubah[5]. Trauma tersebut akan muncul dalam bentuk histeria, dengan psikoanalisis kehendak tak sadar yang bersifat traumatis tersebut dapat diatasi.  Kata kunci dari pemahaman akan kondisi traumatis dalam diri individu ini membawa kepada pemahaman yang diangkat dalam situasi makro masyarakat. Realitas masyarakat yang bersifat traumatis dapat diubah oleh manusia ke dalam tingkatan yang lebih nyata, nyaman, dan manusiawi. Habermas memandang psikoanalisis sebagai teori tentang komunikasi yang terdistorsi. Menurutnya ada analogi antara psikoanalisis dan teori kritis. Psikoanalisis membantu pasien dengan cara seperti teori kritik sosial membantu mereka yang tak mampu berkomunikasi secara memadai untuk menjadi tak cacat.
-          Perdebatan dengan aliran Postmodernisme
Ketika terjadi kebuntuan untuk mewujudkan masyarakat yang emansipatoris, maka ada dua buah alternatif yang dapat diambil. Pertama, melakukan kritikan terus-menerus rasio yang berpusat pada subjek. Kedua, menghentikan semua program kritikan terhadap rasio masyarakat untuk mengembalikan modernitas ke arah tujuan awalnya. Pilihan kedua diambil oleh golongan Postmodernisme yang ingin meninggalkan pemikiran modern. Golongan ini memasukkan Adorno dan Horkheimer sebagai inspirasinya. Selain kedua tokoh tersebut pemikiran Postmodernisme diwarnai oleh pemikiran Nietzsche, Foucault, dan Derrida. Mereka tidak memperbarui konsep rasio dan memberi lambaian selamat tinggal kepada dialektika pencerahan. Hal ini terjadi karena menurut mereka rasionalitas tidak akan mampu memecahkan masalah.
Habermas mengatakan bahwa saat ini belum masuk zaman Postmodernisme. Postmodernisme sama artinya dengan menuju masyarakat modern yang belum selesai. Postmodernisme tidak ubahnya hanya logika dialektika pencerahan.
Tindakan dasar manusia menurut Habermas bukan hanya kerja akan tetapi juga komunikasi (bahasa). Dalam tindakan komunikasi tidak terjadi hubungan yang bersifat penindasan, karena hubungan komunikatif tidak mengenal unsur paksaan. Komunikasi hanya dapat terjadi apabila pihak-pihak yang melakukannya saling menghargai kebebasan, mengetahui maksudnya, dan saling percaya, kecuali dalam paksaan.   
F.     Pemikiran Jurgen Habermas (Pergeseran Menuju Paradigma Komunikasi)
Sejak tahun 70-an, sejak dia pindah dari Universitas Frankfurt ke Max Planck Institute di kota Starnberg, Habermas memusatkan diri pada pengembangan teori komunikasi dengan mengintegrasikan lingistic-analysis dalam teori kritis. Di tahun 1980-an, karya besarnya The Theory of Communicative Action, menandai sebuah usaha yang bukan main briliannya untuk mendialogkan teori kritisnya yang disebut “teori tindakan komunikatif”.
Dalam esainya di tahun 1960-an, Labor and Interaction: Remarks on Hegel’s Jena ‘Philosophy of Mind’, Habermas sudah meneliti bahwa Hegel yang menjadi bapak seluruh tradisi ilmu-ilmu sosial kritis ini memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja” (Arbeit), melainkan juga sebagai “komunikasi”(kommuniktion)[6]. Karena praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja, melainkan juga dalam interaksi intersubyektif dengan bahasa sehari-hari.
Dalam bukunya The Theory of Communicative Action, Habermas menyebut empat macam klaim. Kalau ada kesepakatan tentang dunia alamiah dan objektif, berarti mencapai “klaim kebenaran” (truth). Kalau ada kesepakatan tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial, berarti mencapai “klaim ketepatan” (rightness). Kalau ada kesepakatan tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang, berarti mencapai “klaim autentisitas atau kejujuran” (sincerety). Akhirnya, kalau mencapai kesepakatan atas klaim-klaim di atas secara keseluruhan, berarti mencapai “klaim komprehensibilitas” (comprehensibility). Setiap komunikasi yang efektif harus mencapai klaim keempat ini, dan mereka yang mampu melakukannya disebut memiliki “kompe-tensi komunikatif‟.
Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi dengan kekerasan, akan tetapi dengan memberikan argumentasi. Habermas lalu membedakan dua macam argumentasi: perbincangan atau diskursus (discourse) dan kritik. Dilakukan perbincangan jika mengandaikan kemungkinan untuk mencapai konsensus. Meskipun dimaksudkan untuk konsensus, komunikasi juga bisa terganggu, sehingga tak perlu mengandaikan konsensus. Dalam hal ini Habermas mengedepankan kritik. Bentuk kritik itu dibaginya menjadi dua: kritik estetis dan kritik terapeutis[7]. Kritik estetis, kalau yang dipersoalkan adalah norma-norma sosial yang dianggap objektif. Kalau diskursus praktis mengandaikan objektivitas norma-norma, kritik dalam arti ini adalah mempersoalkan kesesuaiannya dengan penghayatan dunia batiniah. Sedang kritik terapeutis adalah kalau itu dimaksudkan untuk menyingkapkan penipuan-diri masing-masing pihak yang berkomunikasi.
Menurut Habermas tindakan komunikatif adalah tindakan yang menunjuk komunikasi interpersonal yang diorientasikan pada pemahaman bersama dimana masing-masing partisipan menjadi dirinya sendiri dan bukan sebagai objek manipulatif [8].
G.    Pertanyaan yang di Ajukan
Dunia kehidupan yang dirasionalisasi jadi lahan dan dikelola oleh rasionalitas instrumental dan diperantarai oleh sarana rasional bertujuan, reproduksi simbolik jadi mandul, integrasi sosial dibikin luluh lantak oleh sistem, serta pegangan hidup lapuk tak berguna, segalanya terarah pada tujuan rasional. Kemudian Habermas mangajukan pertanyaan yakni rasionalitas seperti apakah yang bakal membebaskan masyarakat dari belenggu kekuasaan?
H.    Proposisi Yang Ditawarkan
Di dalam paradigma komunikasi situasi subjek-objek bisa dihindarkan. Komunikasi mengandaikan  dua hal: (a) manusia berhadapan satu sama lain sebagai dua pihak yang sejajar dan berdaulat, komunikasi berlainan dengan kerja karena tidak menciptakan situasi subjek-objek; (b) adanya ruang kebebasan, dalam menangkap maksud orang dalam suatu komunikasi sama sekali tidak dapat dipaksakan[9].
Habermas mengembangkan teori tindakan komunikasinya dengan mengemukakan bahwa setiap komunikasi yang sehat adalah komunikasi dimana setiap partisipan bebas untuk menentang klaim-klaim tanpa ketakutan akan koersi, intimidasi,  dan sebagainya dan dimana tiap partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk bicara, membuat keputusan-keputusan, self-presentations, klaim normatif, dan menentang pendapat partisipan lain. Pendeknya, Habermas mewajibkan setiap proses argumentasi untuk memuat proposisi-proposisi antara lain: (a) setiap subjek dengan kompetensi untuk berbicara dan bertindak diperbolehkan mengambil bagian dalam suatu diskursus (b) setiap orang diperbolehkan mempertanyakan setiap assertions apa saja. (c) setiap orang diperbolehkan untuk mengajukan suatu keputusan apa saja ke dalam diskursus[10].
I.       Jenis Realitasnya
Jenis realitas yang tampak dalam tindakan komunikasi adalah realitas simbolik yang berangkat dari rasio komunikatif. Dalam interaksi atau komunikasi intersubyektif kita menghadapi objek yang berbicara dan bertindak sebagai subjek. Di sini pribadi, tuturan, dan kondisi-kondisi secara prinsip dibangun dan dipahami secara simbolik.  
J.      Lingkup Realitas
Dalam tindakan komunikasi aktor bertindak sebagai subyek yang otonom. Karena dituntut kebebasan komunikasi tanpa intimidasi, koersi. Menempatkan tiap partisipan/ pelaku memiliki kesempatan yang sama untuk bicara, membuat keputusan-keputusan.
K.    Argumentasi-Argumentasi Yang Ditawarkan
Menurut Habermas, dalam memahami dan memperhatikan apa yang terjadi apabila manusia berkomunikasi adalah sama artinya dengan memahami interaksi antar manusia yang dapat dimediasikan secara simbolis lewat bahasa dan gesture tubuh yang ekspresif (mengandung makna), sedangkan hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan saling bebas, karena tujuan komunikasi adalah menjalin saling pengertian, oleh karena itu rasionalitas dalam bahasa harus menjadi pusat perhatian (Suseno, 2005: 167). Menurut Habermas, seperti dikutip Magnis-Suseno (2005: 167), komunikasi dalam bahasa akan berhasil jika memenuhi empat norma atau klaim yaitu:
1. Jelas, artinya orang dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud.
2. Ia harus benar, artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan.
3. Ia harus jujur, jadi tidak boleh bohong.
4. Ia harus betul, sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama.
Guna mencapai saling pengertian dalam komunikasi syarat yang harus dipenuhi adalah: inevitably, yakni keinginan untuk melakukan pembicaraan bersama, dan adanya saling ketertarikan dalam melakukan komunikasi itu, sehingga persetujuan/pengertian itu dapat mencapai hasil maksimal[11]
L.     Metodologi Yang Digunakan
Metodologi yang digunakan merupakan metode interpretatif karena menafsirkan segala tindakan komunikasi yang dilakukan pelaku secara verbal (bahasa) maupun gesture (simbolik) agar ada kesepahaman antara keduabelah pihak sebagai pelaku.
M.   Mazhab Yang Dianut
Mazhab yang dianut dalam teori tindakan komunikasi adalah mazhab Cartesian karena di dalam tindakan komunikasi harus memahami pesan yang disampaikan artinya melibatkan rasio kritis atau akal.







DAFTAR PUSTAKA
Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius
Bertens K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer Inggris Jerman. Jakarta: Gramedia
Beilharz. Peter. 2005. Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Haryanto, Sindung, 2012. Spektrum teori sosial (dari klasik hingga postmodern). Jogyakarta: Ar Ruzz Media
Habermas. 2012. Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. Bantul: Kreasi Wacana
Kartono, Drajat Tri. 2004. Lubang Kecil Menuju Teori Kritis. Surakarta: Pustaka Cakra
Magnis Suseno, Franz. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta : Kanisius
Ritzer & Smart. 2012. Handbook Teori Sosial. Bandung: Nusamedia


[1] Kartono, Drajat Tri, 2004, Lubang Kecil Menuju Teori Kritis. Surakarta: Pustaka Cakra, hal 65
[2] Hardiman, F Budi, 1993, Menuju Masyarakat Komunikatif, Yogyakarta: Kanisius, hal xiii
[3] Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius. Yogyakarta hal xvii
[4] Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius. Yogyakarta hal xviii
[5] Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif.. Yogyakarta: Kanisius
[6] Hardiman. Budi. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius. Yogyakarta. 1993 hal xix
[7] Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius
[8] Haryanto, Sindung, 2012. Spektrum teori sosial (dari klasik hingga postmodern). Jogyakarta: Ar Ruzz Media hal 254
[9] Hardiman. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius
[10] Ritzer & Smart. 2012. Handbook Teori Sosial. Bandung: Nusamedia
[11] Magnis Suseno, Franz. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta : Kanisius

Soal Soziology X Semester Gasal

Untuk Mengerjakan Silahkan Unduh Disini